SYAIFUL PRAYOGI
Ketua HMJ Farmasi
(Mahasiswa Jurusan Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Peradaban)
Tembakau (Nicotina spp., L) adalah tanaman dari
famili solanaceae. Budidaya dan eksploitasi
daun tembakau di indonesia umumnya dijadikan bahan untuk dihisap atau diasapi
sebagai rokok, melalui pipa rokok atau hookah
(Sfecu, 2014). Pembahasan tentang rokok di Indonesia sering kali cukup ramai
karena orang memandang dari berbagai segi. Dari segi kesehatan tidak kurang
dari 70.000 artikel ilmiah menyebutkan bahwa merokok membahayakan kesehatan,
baik untuk perokok aktif maupun perokok pasif. Dari segi ekonomi juga ternyata
kerugian akibat merokok lebih banyak dari pada manfaat yang didapat dari cukai
dan lain-lain (Masridayanti, 2008).
Dalam sebatang
rokok yang dihisap mengandung lebih kurang 4000 zat kimia beracun dan 69
diantaranya bersifat karsinogen
(baca: merangsang timbulnya kanker) (Sugito, 2007). Kandungan utamanya adalah
nikotin, tar dan karbon monoksida. Sejatinya nikotin merupakan senyawa yang
bermanfaat bagi tubuh dengan takaran yang tepat.
Namum keberadaan
nikotin dalam tembakau tidak dalam bentuk murni melainkan telah berikatan
dengan senyawa logam berat berbentuk gas yaitu Hg (merkuri). Adapun Hg yang
berikatan dengan nikotin akan mengubah nikotin menjadi senyawa yang merugikan.
Nikotin yang terhisap bersama asap rokok memerlukan waktu yang sangat singkat
untuk masuk ke otak. Nikotin memberikan dosis lethal (mematikan) manusia sekitar 60 mg. Pada kepekaan rendah
bahan ini bertindak sebagai perangsang dan adalah salah satu sebab utama
mengapa rokok digemari dan dijadikan tabiat.
Sedangkan tar
merupakan zat tunggal yang terdiri dari ratusan bahan kimia gelap dan lengket
dan tergolong racun. Karbon monoksida adalah racun yang mudah berikatan dengan
hemoglobin (Hb) dalam cairan darah merah yang membuat kemampuan Hb dalam
mengangkut dan menyuplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu dan menyebabkan
kerja jantung melemah (Dewanto dkk, 2011).
Asap rokok dapat
mengakibatkan kerusakan yang dimulai dari tingkat sel sampai ke berbagai organ
serta sistem organ dalam tubuh. Paru-paru merupakan gerbang pertama yang
menjadi sasaran. Racun-racun yang terkandung dalam asap rokok juga menyebar ke
setiap sel dalam tubuh hingga Hb lebih mudah membawa karbon dioksida daripada
oksigen ke paru-paru. Sehingga otak tidak memperoleh cukup oksigen. Nikotin
yang tersebar melalui darah dapat mempengaruhi detak jantung, penyempitan
pembuluh darah dan menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah.
Berbagai kajian ilmiah menunjukkan bahwa
tembakau terutama rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti: jantung
koroner, variasi kanker, termasuk kanker paru-paru, mulut, kerongkongan (esophagus), pangkal tenggorokan (larynx), mulut dan tekak (pharynx), perut, dan pankreas. Perokok
perempuan memiliki dampak yang lebih spesifik lagi, terutama terkait kesehatan reproduksinya
(Mertiyani, 2016).
Pemanfaatan
tembakau notabene dijadikan bahan baku rokok menjadikan konsumsi tembakau
semakin meningkat seiring meningkatnya konsumen rokok. Kerugian yang timbul
dari konsumsi rokok pun meningkat. Dalam Rencana Strategi Kementrian Kesehatan
RI (2015-2019) menyebutkan jumlah kematian akibat konsumsi rokok terus
meningkat dari 41,75 % menjadi 59,7%.
Menurut data
Riskesdas (2013) konsumsi temabakau di Indonesia adalah 36,3%, yang merupakan
peningkatan 2,1% dari tahun 2007. Dari angka tersebut didapatkan 68,8 %
diantaranya adalah perokok laki-laki dan 6,9% perokok perempuan.
Angka
peningkatan konsumen rokok atau perokok tersebut merupakan suatu ironi jika
dihadapkan dengan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh rokok seperti yang
dijelaskan sebelumnya dan kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh Negara
akibat penyakit terkait tembakau (rokok). Berdasarkan data IAKMI (2014)
kerugian ekonomi dan kesehatan yang mencakup biaya pengeluaran masyarakat untuk
konsumsi tembakau, kehilangan tahun produktif karena kematian prematur dan
sakit, serta total rawat inap dan rawat jalan karena penyakit terkait tembakau
secara komulatif sebesar 378,75 trilliun rupiah. Merupakan jumlah yang cukup
fantastis jika dibanding dengan pendapatan cukai rokok hanya sebesar 103,2
trilliun rupiah.
Oleh karena itu,
menjadi urgen upaya untuk mengurangi angka konsumen rokok serta mereduksi
bahaya tembakau sebagai bahan dasar rokok tersebut.
Upaya
dunia pun terwujud dalam Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) diperingati setiap
tanggal 31 Mei, bertujuan untuk menyuarakan para perokok agar “berpuasa” tidak
merokok (mengisap tembakau) selama 24 jam serentak di seluruh dunia serta untuk
menarik perhatian dunia mengenai menyabarluasnya kebiasaan merokok dan dampak
buruknya terhadap kesehatan.
Menyikapi
fakta dampak rokok terhadap kesehatan, pemerintah berusaha mencegah berbagai
macam akibat buruknya. Salah satunya dengan membentuk instrumen hukum berupa
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan, yang merupakan upaya sadar pemerintah untuk pencegahan dan
pengamanan atas resiko rokok. Muatan yang terkandung dalam PP tersebut adalah
dengan melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit fatal dan
penyakit yang menurunkan kualitas hisup akibat konsumsi rokok, melindungi
penduduk usia produktif dari lingkungan dan pengaruh iklan rokok, serta
meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kewaspadaan dan kegiatan masyarakat
terhadap pengguna rokok. Bentuk konkrit dai PP tersebut adalah pengujian kadar
nikotin di laboratorium terakreditasi, trnsparansi informasimengenai kadar nikotin
dan tar, peringatan kesehatan pada kemasan, pembatasan periklanan, kewajiban
pencantuman bahaya merokok, dan lain sebagainya.
Pembatasan
kawasan merokok sebagaimana terdapat dalam UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 115 ayat 1, kawasan tanpa rokok yang salah satunya tempat proses belajar
mengajar. Namun nyatanya masih banyak Sekolah ataupun Kampus yang merupakan
tempat belajar mengajar, masih saja terdapat guru/ dosen bahkan siswa dan
mahasiswa yang merokok. Tidak jarang pula seorang guru yang menyuruh siswanya
untuk membelikan rokok. Memang sangat ironi guru yang seharusnya memberikan
suri tauladan yang baik, malahan mengajarkan hal yang kurang baik bahkan
bertentangan. Dalam hal ini perlu sinkronisasi pemerintah dengan dinas terkait,
untuk memberikan sanksi tegas terhadap hal-hal demikian.
Beberapa
upaya tersebut patut untuk diapresiasi, namun tidak bisa dinafikkan tindakan
tersebut belum berjalan secara efektif dan efisien. Nampaknya selain upaya yang
telah dilakukan pemerintah, perlu kesadaran dari perokok itu sendiri, dengan
melihat fakta mengenai dampak yang timbul dari konsumsi rokok sebagaimana
disebutkan sebelumnya.
Melihat
laman www.indonesiasehat.id atas
kepemilikan dari Yayasan Masyarakat Indonesia Sehat (Mindset) yang merupakan
Yayasan non-profit bergerak dalam kesehatan dan pendidikan, terdapat program
Bank Sehat. Program tersebut merupakan upaya penyadaran kepada perokok ataupun
masyarakat nonperokok untuk
mengurangi dampak bahaya konsumsi rokok.
Program
yang ditawarkan adalah mengajak perokok untuk menyisihkan sebagian atau
seluruhnya dari uang belanja rokok untuk ditabung dan dialihkan membeli
binatang ternak kemudian dikelola oleh peternak. Hasil dari ternaknya kemudian
dibagi dua, antara peternak dan penabung. Dengan demikian akan menekan jumlah
terdampak bahaya konsumsi rokok, secara tidak langsung pula akan meningkatkan
pendapatan penabung dan peternak. Upaya ini sangat efektif untuk mengurangi
dampak bahaya konsumsi rokok. Menurut pengakuan anggota Bank Sehat (dulunya
seorang perokok) dapat merasakan keuntungannya, karena hasil dari tabungan
ternak di Bank Sehat dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan
Tinggi. Jadi selain sehat dengan berhenti merokok, juga mendapat benefit uang
untuk keperluan lain contohnya Pendidikan.
0 Response to "Bank Sehat, Solusi dampak Bahaya Tembakau"
Post a Comment