Sangat miris mendengar informasi atas pelaku penyiraman cairan asam sulfat kepada penyidik KPK Novel Baswedan hanya dituntut satu tahun penjara. Sekali lagi hanya satu tahun, ada apa ini?
Hukum yang " blapakempus ", hanya sesuai pesanan saja, berat sebelah dan sesuai kepentingan. Masih ingat kasus Ahmad Dhani yang dituntut 2 tahun penjara karena ujaran kebencian, yang ia tidak melakukan tindak kriminal seperti yang dilakukan pelaku penyiraman air keras kepada Novel yang menyebabkan kebutaan.
Aneh bin ajaib, apakah karena pelakunya Polri Aktif ? Entahlah..atau ada pelaku utama sebetulnya yang siap memfasilitasi kesejahteraan dua pelaku tersebut, entah juga. Kasus ini menjadi bukti bahwa negara tidak serius menangani kasus tersebut dan juga mencerminkan bahwa penindakan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) mengalami kemunduran.
Pelaku kunci harus diungkap
Ini yang mesti serius ditangani, kita mungkin masih ingat kasus Munir. Motif yang terungkap pun sama yakni dendam pribadi. Mestinya Kepolisian Republik Indonesia mencoba menelusuri dan mengungkap pelaku kunci penyiraman terhadap Novel, bukan hanya mengungkap di lapangan. Penulis yakin ada " pelaku utama" yang saat ini masih nyaman dan bertengger di atas singgsasana jabatan atau kekuasaannya.
Yang jadi pertanyaan dan mengusik pikiran kita adalah, kenapa penanganannya harus menunggu Kapolri baru yang saat itu dijabat oleh Idham Aziz. Sebelumnya seolah tidak serius penanganannya, terlalu banyak prosedur yang tak jelas dalam menangani kasus tersebut.
Menurut mantan Komisioner KPK Laode Syarif mengungkapkan bahwa keputusan tuntutan satu tahun penjara kepada pelaku penyiraman novel sangat tidak bisa diterima oleh akal Sehat.
Nah lho...yang akalnya gak sehat sih...mungkin adem ayem saja, apalagi orang gila yang sempat viral mengatakan penyiraman kepada Novel Baswedan itu settingan kata Si " Dewi Tanjung ".
La ode Syarif menganggap keadilan hukum sangat tidak bisa dinalar akal sehat. Sebut saja, Bahar bin Smith yang divonis hukuman penjara tiga tahun dan denda 50 juta dengan kasus pemukulan yang menyebabkan korbannya tidak cacat permanen.
Lha...Novel Baswedan yang disiram air keras hingga cacat permanen, matanya sebelah mengalami kebutaan, kok pelakunya hanya divonis satu tahun penjara.
Dalam hal ini, Jaksa telah gagal dalam memastikan keadilan bagi korban, apalagi proses penanganannya dari awalpun menyiratkan banyak dugaan - dugaan yang melibatkan orang besar, sehingga endingnya pun seolah " nggampangke " dengan hasil yang suangaaat tidak memuaskan.
Sejak awal tim advokasi penanganan kasus novel juga sudah mencium bau kejanggalan - kejanggalan seperti diungkapkan barang bukti yang hilang yaitu cangkir dan botol yang diduga digunakan untuk menyiram air keras ke novel itu tidak disimpan dan didokumentasikan dengan baik.
Tim advokasi Al Ghifari Aqsa juga mengungkapkan bahwa tidak terdapat penjelasan dan uraian logis mengenai hubungan terduga pelaku dengan bukti - bukti dan keterangan saksi saat periode awal penyelidikan. Hal itu menjadi fakta yang logis bahwa penanganan kasus penyerangan terkait dengan tugas dan pekerjaan Novel Baswedan saat itu yang menjabat penyidik KPK itu sebagai bukti upaya mematikan dan melumpuhkan KPK dengan perencanaan jahat menutupi kasus yang melibatkan " pelaku utama ".
Hal ini juga sebagai bukti ketidakbecusan dan ketidakprofesionalan Jaksa dalam memberikan vonis satu tahun yang membuat kecewa bagi para aktivis anti Korupsi dan pihak lainnya yang berupaya menyelamatkan negara ini dari para tikus - tikus yang menggerogoti anggaran untuk kepentingan pribadinya.
Semoga saja, suatu saat akan terungkap siapa dalang utama dibalik penyiraman air keras kepada Novel Baswedan